Selasa, 04 Februari 2014

SEBUAH POTENSI ENERGI YANG MASA DEPAN DAPAT DIPERTIMBANGKAN UNTUK DIKEMBANGKAN DI INDONESIA



SEBUAH POTENSI ENERGI YANG MASA DEPAN DAPAT DIPERTIMBANGKAN UNTUK DIKEMBANGKAN DI INDONESIA

Berangkat dari materi kuliah yang salah satu nya membahas tentang pemanfaatan sumber daya kelautan, alangkah baik nya kita mengetahui tentang teknologi – teknologi masa terkini didunia yang mungkin dapat dikembangkan di Negara tercinta kita yaitu Indonesia.

Lautan luas, puluhan ribu kilometer panjang bibir pantai, garis ekuator, dan guyuran sinar matahari sepanjang tahun. Artinya apa? Negeri yang panas, yang penduduknya terpisah pulau-pulau sehingga pengembangan negaranya menjadi sulit. Namun, dari semua faktor tersebut ada sebuah potensi energi yang dinamakan Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC), yang di masa depan dapat dipertimbangkan untuk dikembangkan karena seharusnya disadari, negeri ini bukan negeri yang kaya sumber energi fosil dan masih saja menggantungkan kebutuhan energi dan devisa dari sektor ini.
Ilustrasi fasilitas offshore OTEC
Apa Itu OTEC?
Ocean Thermal Energy Conversion atau OTEC adalah metode pembangkitan energi listrik menggunakan perbedaan temperatur antara dasar laut dan perairan permukaan untuk menjalankan heat engines. Seperti pada umumnya mesin kalor, efisiensi dan energi terbesar dihasilkan oleh perbedaan temperatur yang paling besar, sesuai Hukum Kedua Termodinamika. Biasanya digunakan rule-of-thumb perbedaan temperatur 20°C untuk memastikan fasilitas OTEC dapat berjalan dengan baik. Tantangan terbesarnya adalah efisiensi heat engines yang masih dibawah 6% karena operasi ada pada perbedaan temperatur yang kecil, artinya lebih dari 90% energi panas yang di ekstraksi dari permukaan laut “terbuang”. Untuk pembangunan fasilitas pembangkitnya dapat dilakukan di darat ataupun dengan platform terapung di tengah laut, semakin jauh sumber energy dari garis pantai tentu biayanya akan semakin besar.
Ada 3 jenis cyclic heat engines yang digunakan, closed-cycle, open-cycle, dan hybrid system.
1. Closed-Cycle (Siklus Tertutup):

closed-cycle OTEC
Adalah konsep pertama system OTEC. Untuk memperoleh efisiensi yang tinggi, maka working fluid yang digunakan memutar turbin guna membangkitkan listrik dalam fasa gas (sistem Rankin). Karena sulit untuk mendidihkan air laut dengan suhu permukaan maka pada closed-cycle system digunakan fluida dengan titik didih rendah (seperti ammonia atau Fluorocarbon refrigerants). Air hangat digunakan untuk mengevaporasi working fluid dan air dingin dari dasar laut digunakan sebagai condenser, sehingga tercipta kondisi perbedaan temperature yang akhirnya dikonversi menjadi energi kinetik pemutar turbin. Kekurangan system ini adalah heat exchanger model ini mahal, selain itu fluida pembangkit berkategori bahan berbahaya sehingga beresiko jika terjadi kebocoran sistem.
2. Open-Cycle (Siklus Terbuka):


Untuk mengatasi kekurangan dari closed-cycle system, dikembangkanlah open-cycle dengan menggunakan air laut permukaan yang hangat sebagai working fluid untuk membangkitkan listrik. Air laut diberi kondisi vakum sehingga terjadi flash evaporation, uap inilah yang digunakan untuk memutar turbin. Kekurangan sistem ini adalah efisiensi mesin, kurang dari 0,5% massa air hangat yang dapat dievaporasi, sehingga dibutuhkan flow rates besar yang diakomodasi dengan komponen besar, namun tetap sistem ini memangkas ongkos mahal heat exchanger closed-cycle.
3. Hybrid System (Siklus Gabungan):
Siklus hybrid menggunakan keunggulan sistem siklus terbuka dan tertutup. Siklus hybrid menggunakan air laut yang diletakkan di tangki bertekanan rendah (vacuum chamber) untuk dijaikan uap. Lalu uap tersebut digunakan untuk menguapkan fluida bertitik didih rendah (amonia atau yang lainnya) yang akan menggerakkan turbin guna menghasilkan listrik. Uap air laut tersebut lalu dikondensasikan untuk menghasilkan air tawar desalinasi.
Keekonomian OTEC
Muhammad menjelaskan peluang investasi pengembangan energi laut cukup bersaing jika dibandingkan sumber-sumber energi terbarukan lainnya seperti tenaga air skala besar yang membutuhkan biaya 1.500 – 2.000 $/kW, mini/mikro hidro 1.000 – 2.000 $/kW, panas bumi 910 – 1.500 $/kW.

Biaya investasi belum bisa diketahui di Indonesia tetapi berdasarkan uji coba di beberapa Negara industri maju biaya investasi sebesar 4.000 – 10.000 $/kW dan harga listrik berkisar 7 - 15 sen /kWh. Nilai tersebut belum ekonomis mengingat regulasi PLN yang menetapkan harga beli listrik dengan rentang 7-9 sen/kWh. Bahkan ada literatur yang menyebutkan pengembangan skala kecil di rural area, yang merupakan tipikal pasar untuk OTEC ini, sebesar 30-60 sen/kWh. Tentu ini tidak menarik untuk ukuran Indonesia dengan status Negara berkembangnya dan ketergantungannya kepada fasilitas pembangkit listrik fosil yang lebih dulu mapan dan murah.

Namun, Muhammad, seorang mahasiswa Offshore Engineering TU Delf yang saat ini bekerja di Kementerian Kelautan dan Perikanan menuturkan biaya investasi energi laut 500 – 1.000 dolar AS per kW sedangkan harga per kWh sebesar 0,045 – 0,09 dolar AS. Tentu jika nilai ini benar peluang investasi untuk pengembangan OTEC di Indonesia dapat dilakukan. Bagaimanapun, pengembangan skala besar, antara 50-100 MW akan memberikan nilai keekonomian yang lebih tinggi disbanding pengembangan skala kecil.
Benefit Lingkungan dan “Produk Samping” Teknologi OTEC
Sebagai sumber energy terbarukan dan ramah lingkungan, penggunaan OTEC mengurangi dampak buruk penggunaan energy fosil seperti pembukaan lahan untuk ekploitasi, emisi gas buang bahan bakar fosil dan limbah lain yang dihasilkan, dan secara ekologi berdampak positif karena akan memperkaya nutrisi pada permukaan air laut. Namun begitu, belum ada analisa komprehensif dampak pengembangan fasilitas OTEC terhadap lingkungan.

Walaupun biaya investasi awal OTEC masih dipandang terlalu mahal, namun riset termutakhir menunjukkan berbagai potensi produk samping OTEC yang bermanfaat, sehingga dapat meningkatkan nilai ke-ekonomian dari teknologi OTEC. “Produk Samping” dari OTEC tersebut antara lain :
1. Pendingin suhu permukaan. Konsepnya adalah residu air dingin yang dipompakan dari dasar laut dapat digunakan untuk mendinginkan suhu permukaan dan mengurangi efek pemanasan global, apalagi suhu daerah tropis yang panas. Aplikasinya bisa bermacam-macam, mulai dari penggunaan sebagai air conditioner pemukiman warga, dapat juga sebagai aplikasi pertanian dan perikanan, sehingga dimungkinkan pembudidayaan produk yang membutuhkan suhu sejuk dalam proses pembudidayaannya. Selain itu dapat dikurangi efek buruk naiknya temperatur permukaan seperti badai.

2. Air tawar. Air tawar yang dihasilkan dari proses vaporisasi dan kondensasi dapat digunakan sebagai konsumsi atau irigasi pertanian terutama untuk pulau kecil sekitar fasilitas yang sulit mendapat akses air tawar.

3. Nutrisi air laut dalam. Air laut dalam kaya akan nutrient dan rendah pathogen, sehingga sangat baik untuk budidaya organisme laut.
Potensi Pengembangan OTEC di Indonesia
Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak di daerah tropis, di mana perairan di wilayah Indonesia umumnya memiliki perbedaan suhu air permukaan dan laut dalam yang sangat tinggi, serta memiliki intensitas gelombang laut dan kemungkinan badai yang kecil, sehingga sangat cocok dalam pengembangan teknologi OTEC. potensi panas yang dihasilkan panas laut sebesar 2,5 x 1023 joule dengan efisiensi listrik 3 persen atau hampir setara 240.000 MW.
Perbedaan temperatur antara permukaan dan dasar laut
Selain itu, demografi masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil atau daerah pesisir terpencil masih belum tersentuh pengembangan infrastruktur listrik, yang memang sulit mengembangkan pembangkit di daerah seperti itu. Dengan pengembangan infrasturktur dan hasil sampingannya seperti ini, diharapkan pembangunan bangsa juga dirasakan di daerah rural, dengan lebih merata.
Tipikal laut Indonesia dalam dan mempunyai perbedaan temperature tinggi . Sehingga OTEC dapat dikembangkan di daerah selatan Pulau Sumatra, Jawa, dan Bali untuk pengembangan dengan pasar yang besar dan hampir di seluruh kepulauan daerah Indonesia tengah dan timur untuk menjangkau daerah rural dengan pasar yang kecil.
Beberapa pihak swasta di Indonesia sebenarnya telah mengembangkan teknologi ini hingga mencapai tahap komersial, namun jumlahnya masih terbatas sehingga pemanfaatan teknologi ini belum memberikan andil yang besar. Di samping itu perlu adanya perhatian dan keterlibatan dari pemerintah yang besar untuk pengembangan dan pemanfaatan energi alternatif dari laut tersebut, sebagai salah satu upaya menghadapi krisis energi yang terjadi di masa kini.
Satu kendala lagi adalah ketergantungan terhadap pembangkit listrik berbahan bakar fosil. Bahkan untuk konversi BBM atau batubara ke gas alam, yang cadangan dan potensinya besar di Negara ini, itupun membutuhkan proses lama, dan masih besar keengganan untuk mengembangkan pembangkit energi terbarukan. Solusinya memang masih subsidi, dan subsidi sangat besar kaitannya dengan kebijakan, yang kemungkinan tiap 5 tahun bisa berganti.



Selasa, 12 November 2013


LINDUNGI HUTAN MANGROVE

 

Mangrove merupakan ekosistem laut tropis, tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai. Adanya pengaruh air laut dan air dari daratan serta dipengaruhi oleh pasang surut. Mangrove merupakan kombinasi antara:
mangue (bahasa Portugis)---tumbuhan
grove (bahasa Inggris)---hutan belukar atau hutan kecil

1. Karakteristik Habitat Hutan Mangrove
• Umumnya tumbuh pada daerah intertidal
• Jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir
• Daerahnya tergenang air laut secara berkala
• Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat
• Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat

• Banyak ditemukan di pantai yang terlindungi, teluk dangkal, estuaria
• Air bersalinitas payau (222 permil) hingga asin (38 permil)

 

 2. Distribusi Mangrove
• Terdapat di daerah tropis dan beberapa bagian di sub tropis
• Vegetasi hutan mangrove di indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi
• Di Indonesia terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove
• Empat famili yang terdapat pada ekosistem mangrove, yaitu :
    -Rhizophoraceae (Rhizophora, Bruguiera, Ceriops)
    -Sonneratiaceae (Sonneratia)
    -Avecenniaceae (Avicennia)
    -Meliaceae (Xylocarpus)

3. Fungsi dan Manfaat Ekosistem Mangrove
a. Fungsi fisik
• Menjaga garis pantai agar tetap stabil
• Melindungi pantai dari proses erosi
• Menahan  tiupan angin kencang dari laut ke darat
• Menahan sedimen
• Sebagai kawasan penyangga rembesan air laut ke darat
b. Fungsi kimia
• Sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan oksigen
• Sebagai penyerap karbondioksida
• Sebagai pengolah bahan
bahan limbah hasil pencemaran industri dan kapalkapal dilautan
c. Fungsi biologi
• merupakan pemasok bahan organik yang berasal dari sejumlah besar daun dan dahan pohon mangroveyang rontok
• Sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makanan (feeding ground), dan daerah pemijahan (spawning ground)
• sebagai habitat alami bagi berbagai jenis biota darat dan laut
d. Fungsi ekonomi sebagai sumber devisa
• penghasil kayu: untuk kayu bakar, serta kayu untuk bahan bangunan dan perabot rumah tangga
• Penghasil bahan baku industri, misalnya kertas, obat
obatan
Penghasil bibit ikan, udang, kerang, kepeting dll
e. Fungsi lain (wanawisata)
sebagai kawasan wisata alam pantai dengan keindahan vegetasi dan satwa
• sebagai tempat pendidikan, konservasi, dan penelitian

4. Daur Hidup
• Daur hidup vegetasi mangrove memiliki daur hidup yang khusus
• Reproduksi dengan Propagule



Daur hidup pohon mangrove (Rhizophora sp)

 


Rantai Makanan di Ekosistem Mangrove



5. Zonasi Hutan Mangrove

a. Pembagian kawasan mangrove berdasarkan perbedaan penggenangan:
    - Zona proksimal, yaitu kawasan yang terdekat dengan laut. (R. apiculata, R.mucronata, san S.alba)
    - Zona middle, yaitu zona yang terletak antara laut dan darat.(S.caseolaris, R.alba, B.gymnorrhiza, A.marina, A.officinalis, dan Ceriops tagal)
    - Zona distal, yaitu zona yang terjauh dari laut. (Pongamida, Pandanus, Hibiscus)
b. Pembagian zona berdasarkan jenis vegetasi yang mendominasi dari arah laut ke daratan.
    - Zona Avecennia, terletak pada lapisan paling luar dari hutan mangrove. Pada zona ini tanah agak berpasir dan lumpur berpasir dan berkadar garam tinggi.
    - Zona Rhizophora, terletak dibelakang zona Avecennia dan Sonneratia. Pada zona ini tanah berlumpur lembek dengan kadar garam lebih rendah.
    - Zona Bruguiera, terletak dibelakang zona Rhizophora. Pada zona ini tanah berlumpur agak keras dan perakaran tanaman lebih peka.
    - Zona Nypah, yaitu zona pembatas antara daratan dan lautan, namun zona ini jarang ada bila tidak terdapat air tawar yang mengalir.


Zonasi alami mangrove



6. Adaptasi pohon mangrove

a. Adaptasi Terhadap kadar Oksigen Rendah Pohon mangrove memiliki perakaran yang khas untuk mengambil oksigen dari udara:
    - bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora (mis: Avecennia, Xylocarpus, Sonneratia)
    - bertipe penyangga/tongkat yang memiliki lentisel (mis: Rhizophora)
b. Adaptasi Terhadap Tanah yang kurang stabil dan adanya pasang surut
    - Mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horizontal yang lebar sehingga memperkokoh pohon.
c. Adaptasi terhadap kadar garam tinggi
    - Beberapa jenis bakau menghindari banyaknya garam dengan cara menyaring melalui bagian akarnya. Beberapa spesies dapat menyaring sampai 90% kadar garam air laut. (Rhizophora, Ceriops, Bruguiera) termasuk spesies penyaring garam (salt
excluders.)
    - Secepatnya mengeluarkan garam yang masuk ke dalam sistem pepohonan melalui pori2 daun. (Avicennia, Sonneratia and Acanthus).


Kristal garam yang dikeluarkan melalui pori daun

    - Menumpuk kelebihan garam pada kulit batang pohon dan daun tua yang akan terlepas dan jatuh dari pohon tersebut. (Avicennia, Sonneratia dan Ceriops)
    - Berdaun kuat dan mengandung banyak air
    - Mempunyai banyak jaringan internal penyimpan air dan kosentrasi garam tinggi

7. Sistem Perakaran pada pohon Mangrove
Fungsi Akar: menunjang pohon berdiri, untuk mendapat oksigen dan bahan nutrien yang penting, memperkokoh berdirinya pohon.
Macam
macam jenis akar
1. Akar tongkat atau penyangga, yang akarnya berbentuk strutur jaringan kabel melebar (stilt atau prop roots). Akar ini mencuat dari batang bercabang
cabang ke bawah permukaan lumpur dan menggantung Contoh: Rhizophora sp


Akar tongkat atau penyangga (Rhizophora sp)


2. Akar papan, yang akarnya tebal, posisinya tegak atau pipih (buttress roots). Contoh: Ceriops sp, Xylocarpus sp.


Akar Papan


3. Akar lutut, akar yang tumbuh mendatar dan bergelombang diatas dan dibawah permukaan air. Akar nya mencuat ke atas permukaan tanah dan kemudian masuk kembali menancap ke tanah (knee roots). Contoh: Bruguiera sp


Akar Lutut


4. Akar cakar ayam/alar pasak, akar yang tumbuh berpencar dengan anak akar muncul dipermukaan air seperti tombak yang diberdirikan yang mencuat dari bawah ke atas. disebut juga sebagai snorkel roots karena bentuknya yang seperti pipa snorkel. Contoh: Avicennia sp, Sonneratia sp


Akar cakar ayam



8. Fauna Mangrove
Fauna yang terdapat di ekosistem mangrove terdiri:
a. Fauna terestrial kebanyakan hidup di pohon mangrove contoh: insekta, ular, primata, burung
b. Fauna perairan
    - yang hidup di kolom air; ikan dan udang
    - yang menempati substrat keras /lunak; kepiting, kerang
Klasifikasi fauna pada hutan mangrove berdasarkan habitat Berry (1972):
- Epifauna (surface fauna), adalah fauna yang hidup di atas permukaan tanah
- Infauna, adalah fauna yang hidup di bawah permukaan tanah
Klasifikasi fauna mangrove (Tee, 1982):
a. Kelompok mobile seperti Gastropoda, Krustasea, dan Polychaeta.
b. Kelompok sessile seperti jenis Bivalvia

9. Pola penyebaran fauna mangrove secara berkelompok berdasarkan salinitas Menurut Plaziat (1984):

a. Fauna yang berada di zona mangrove bagian depan atau di dekat laut
    - mampu beradaptasi terhadap perubahan salinitas
b. Fauna yang berada di zona mangrove bagian tengah (payau)
    - dipengaruhi oleh fluktuasi salinitas
c. Fauna yang berada di zona mangrove di belakang/bagian dalam
    - beradaptasi terhadap fluktuasi salinitas yang rendah


Diagram ilustrasi penyebaran fauna di habitat ekosistem mangrove



10. Fauna sebagai SD perairan yang sering ditemukan di ekosistem mangrove:
a.Ikan
•Ikan penetap sejati yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya dijalankan di daerah hutan mangrove
contoh: ikan Blodok (Periopthalmus sp).
adaptasi: sistem pernapasan; kantung bervaskularisasi didalam rongga mulut
dan ruangan
ruangan insang
Ikan penetap sementara yaitu ikan yang berasosiasi dengan hutan mangrove selama periode anakan, tetapi saat dewasa cenderung menggerombol di sepanjang pantai yang berdekatan dengan hutan mangrove
contoh: ikan belanak, ikan Kuweh (Carangidae), dan ikan Kapasan
•Ikan pengunjung pada periode pasang yaitu ikan yang berkunjung ke hutan 
mangrove pada saat air pasang untuk mencari makan
contoh: Krot, ikan Barakuda, Alu
alu

 
 

Blogroll

About

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified